Untuk memulai operasional sebuah lembaga zakat tidak harus
dimulai dengan modal yang besar. Cukup dengan niat yang sungguh-sungguh, punya
program yang jelas dan kerja keras. Kalimat itulah barangkali
yang menginspirasi Ahmadon, Kepala Cabang LAZIS Nurul Falah Malang, Jawa Timur.
Berawal dari himbauan pimpinan Yayasan Nurul
Falah Surabaya, bahwa kegiatan penghimpunan dana Zakat Infak dan Sedekah (ZIS)
diCabang-cabang Tilawati harus dimulai seperti bidang-bidang lainnya yang sudah
berjalan, yakni bidang Diklat Standarisasi Guru Al-Quran,DGTKI, LPI dan BBAQ.
Sebagai Kepala Cabang Malang, Ahmadon menyadari betul bahwa untuk menjalankan
program-program dan kegiatan dakwahnya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dia
merasa terpanggil untuk menjalankan amanah ini.
Maka, sejak kepengurusannya ia
memulai menyisihkan sebagian rejekinya untuk membayar zakat, infak dan shadaqah
(ZIS). Ahmadon memulai dari diri sendiri sebagai pengurus, baru kemudian
mengajak dan sosialisasi ke pengurus yang lain, kemudian dibawa rapat Pengurus
Cabang Malang. Hasilnya disepakati LAZISNF Cabang Malang harus didirikan dan
beroperasional.
Untuk
menghimpun dana dari masyarakat terebih dana ZIS tidak boleh atas nama pribadi.
Maka, tercetuslah untuk mendirikan Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Nurul
Falah (LAZISNF) di tingkat Cabang/ Kabupaten/Kota. “Setiap ada pengajian atau
pertemuan pengurus, kami mengajak jamaah untuk mengumpulkan zakat, infaq dan
shadaqahnya. Kemudian dimasukkan ke dalamkas LAZISNF,” ujar Ahmadon.
Untuk menjaga amanah (kepercayaan) masyarakat
yang menyalurkan dana zakat, infak dan shadaqahnya melalui LAZISNF, pengurus
sepakat untuk memasang spanduk sebagai papan nama kantor LAZIS Nurul Falah Cabang Malang sekaligus sebagai secretariat pengurus Cabang Tilawati Malang, untuk sementara menggunakan rumah keluarga Ahmadon di Jalan Candi Bima 4C Malang.
Ahmadon meyakinkan jajaran pengurus
Cabang Malang bahwa perjuangan dakwah kita membutuhkan dana operasional yang
tidak sedikit. Faktanya, di daerahnya dan mungkin di daerah-daerah lain juga,
guru-guru Al-Quran masih sangat kurang. “Perjuangan kita untuk mendakwahkan
Al-Quran itu butuh dana. Mengelola sumberdana dari
zakat infak dan sedekah (ZIS) itu sangat
memungkinkan. Faktanya guru-guru Al-Quran
sangat kurang baik dari sisi kualitas maupun
kuantitasnya. Dari sisi jumlahnya saja masih
sangat kurang. Apalagi dari sisi kualitasnya,”
ujar Ahmadon, Kepala Cabang Malang yang juga
pendiri KB-TK Islam Manbaul Huda itu.
Hal itu yang mendorong para pengampu ZIS Nurul
Falah untuk memfokuskan program-programnya yang terkait dengan guru Al-Quran
baik di pusat maupun di daerah. Maka, program unggulan LAZIS Nurul Falah adalah
program pemberdayaan guru-guru Al-Quran. “Fenomenanya, saat ini kekurangan guru
Al-Quran semakin bertambah meningkat,” jelas pria kelahiran Jakarta itu.
Untuk memberdayakan guru Al-Quran itu, Ahmadon
bersama jajaran pengurus LAZISNF Cabang Malang mencanangkan program khusus
yaitu Gerakan Infak Guru Al-Quran (GIGA). Melalui program ini Ahmadon bersama
juru penerang (jupen) yang terdiri dari para Instruktur Metode Tilawati dan
munaqish itu gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat baik secara
langsung maupun melalui media cetak seperti brosur, spanduk, surat edaran dan
media sosial.
Berbagai cara dilakukan Ahmadon dengan timnya
untuk meraih simpati masyarakat. Dalam publikasinya, dia menggunakan trik jual
program ZIS dengan fasilitas layanan belajar Al-Quran secara gratis. “Jadi
untuk belajar Al-Quran secara gratis, minimal harus jadi donatur tetap dulu, “
jelas Ahmadon yang pernah kerja sebagai Marketing di Asuransi Bumi Putra dan
kontraktor properti itu. Ahmadon dengan 5 orang timnya di LAZISNF
berhasil menghimpun donasi dari ZIS untuk
membiayai operasional 30 ustadz/ ustadzah, 24 instruktur guru Al-Quran dan 132
unit belajar dengan menggunakan metode Tilawati. Lalu, kapan lagi memulai di
tingkat cabang yang lain? Semoga menjadi sumber inspirasi untuk maju. (Sudayat)